Kamis, 31 Juli 2008

Inspirasi

Selamat siang.

Saya ingin (selalu dan selalu) cerita, sejarah, perjalanan, tercatat rapi dalam arsip kenangan. Membangun ruang baru dimana suka bersama mitra seimbang nya, yaitu duka, berjalan beriringan, sadar, dan tidak saling meng-intimidasi. Mendewasakan. Apapun yang terjadi adalah inspirasi, bukan sandungan yang menjagal kemanusiaan hingga mati.

Setiap periwstiwa adalah pertanyaan. Tetapi pertanyaan tidak arus mengarah kepada jawaban, karena justru jawaban akan menimbulkan pertanyaan baru lagi. Dengan demikian lah kita menghidupi hidup.

Selamat datang, peristiwa. Selamat datang, pertanda. Selamat datang, inspirasi. Selamat datang kebahagiaan.

Sabtu, 19 Juli 2008

Simbol

Ketika saya berpikir lagi mengenai agama, kepercayaan, keyakinan, pemahaman, kecintaan, dan pembaktian diri kepada Tuhan, Saya mulai tidak memahami saya berada di posisi mana. Hal-hal spiritualitas dan kejiwaan itu tidak bisa segampang dianalogikan seperti rangkaian bunga yang kekasih berikan kepada kita yang patut terus di beri air agar senantiasa segar. Tapi pada masa nya akan kering juga. Layu. Mati dalam pengertian sebenarnya. Spritualitas memang patut disiram agar tetap segar. Kalau pakai bahasa organisasi, dibutuhkan koordinasi. Agar militansi tetap terjaga. Penyegaran dan siraman rohani, agar yang kita yakini kebenarannya selalu terjaga kebenaran (subjektif) nya. Tidak mendapat distorsi dari pihak-pihak yang bisa memporak porandakan kepercayaan. Seperti hal nya yang terjadi pada saya sekarang ini. Mungkin memporak porandakan bukan istilah yang tepat, sebut saja re-thinking, itu lebih mendekati maksud yang saya ingin sampaikan. Saya tau bahwa agama adalah produk budaya, turun temurun harus dipercayai. Tentunya itu di luar permasalahan anda percaya kepada hal-hal semacam wahyu, mukjizat, dan keajaiban-keajaiban yang Tuhan ciptakan. Tapi sekarang ini yang saya mengerti adalah bahwa berTuhan tidak harus beragama. Dan kalau anda pilih beragama maka konsistenlah dengan keras soal kepercayaan anda kepada Tuhan. Hal ini memicu saya untuk re-thinking soal simbol-simbol yang muncul dari agama sebagai 'buntut' dari produk budaya tadi. Simbol itu saya akui memang saya pakai sebagai eksistensi saya terhadap agama yang anut, islam. Yaitu memakai hijab, jilbab, penutup kepala.


Saya ingin bercerita sedikit soal sejarah kerudung yang saya pakai sekarang. Medio 2006 saya mempunyai sedikit permasalahan dengan persaingan agama dalam sebuah hubungan pribadi. Meski saya mencoba untuk meng-universal-kan Tuhan dengan gampang saja berpindah-pindah agama tapi hal itu tetap berat menurut saya. Maka setelah melalui proses yang cukup panjang, saya memilih menunjukkan eksistensi dan konsistensi pilihan saya dengan berkerudung yang memang identik dengan agama yang saya anut. Waktu itu memang pilihan ini adalah pilihan yang tepat, membanggakan, melegakan, rasional, dan melepaskan ganjalan. Meski konsekuensi yang saya harus ambil sangat berat, tapi pilihan yang ini tidak semudah kita meng-cancel pesanan makanan di restaurant bukan? Sudah ini ya sudah, masyarakat lebih suka yang memegang teguh pilihannya meski mereka tidak tau bagaimana perjalanan batin seseorang.
Berkerudung adalah warisan budaya timur tengah/ arab/ islam. Meski memang dalam kitab suci alquran kemudian ada ayat yang memasukkan kerudung/ menutup aurat bagi wanita muslim adalah wajib. Allah SWT dalam Al Quran berfirman yang artinya : “Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih muda untuk di kenal karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah maha pengampun dan penyayang. (Al-Ahzab : 59). Pembahasan mengenai jilbab kita akan pelajari nanti kalau saya sudah cukup pintar saja ya. Saya memahami jilbab sebagai pembatas diri, dari segala hal yang kurang baik. Berharap kan boleh-boleh saja. Kalau prakteknya jauh dari harapan ya saya nya saja yang bejat. Tetapi ekspektasi masyarakat terhadap muslimah berjilbab menjadi sangat tinggi. Termasuk kepada saya.
Menurut artikel ini, jilbab adalah urusan agama. Sedang dari artikel ini, jilbab adalah budaya timur tengah.

Saya hilang fokus. Kalau orang lain dengan mudah nya bilang : itu menjadi pilihan pribadi masing-masing. Saya sendiri bingung, pilihan orang terkadang susah dimengerti, bahkan oleh pemilih itu sendiri.

-nanti kalau sudah cukup pintar saya lanjutkan-




p.s I love You



I watched this movie this afternoon. Quiet impressive. What i can see is that love is not only our body belong together, but it is more than that. As long as the soul of what we feel about someone still linger on her/him around it will be last forever, more than our bodies can do.